Jumat, 06 Agustus 2010

Menjadi Mon Of Analysis

Perguruan tinggi merupakan suatu wadah yang digunakan untuk research dan development serta arena penyemaian manusia baru untuk menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian serta kompetensi keilmuan sesuai bidangnya. Generasi itu tidak lain adalah para ‘mahasiswa’. Sebuah lebel yang luar biasa bagi siswa dalam potret pendidikan kita.
Mahasiswa setidaknya dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu mahasiswa akademik dan mahasiswa organisasi. Mahasiswa akademik, mahasiswa yang hanya datang, duduk, kuliah, selanjutnya pulang (in the kost). Mahasiswa seperti pada kategori pertama ini cenderung lebih jarang muncul dan mondar-mandir di kampus, terlebih jika tidak ada aktivitas belajar. Hidup bersosialisasi dan membangun jaringan menjadi prioritas utamanya.
Kedua kategori tersebut mempunyai nilai min dan plus masing-masing. Mahasiswa akademik pada umumnya mempunyai kemampuan lebih dalam bidang intelektual, namun lemah dari sisi kepekaan sosial. Demikian sebaliknya. Jika keduanya dipadukan dengan baik, dipastikan akan menghasilkan produk yang unggul, baik dari segi akademis, kemandirian dan kepekaan sosial.
Di kalangan kampus, keberadaan pergerakan mahasiswa cukup diperhitungkan bagi sejumlah kalangan, terutama kalangan politisi dan birokrasi. Diperhitungkan karena idealisme dan sikap kritisnya. Dalam perspektif indoensia gelombang gerakan mahasiswa terkait erat dengan situasi sosial dan dinamika masyarakat yang mengitarinya sudah barang tentu pendapat ini menempatkan posisi mahasiswa dalam horison yang strategis. Terutama pada era 1910-an sampai 1950-an, era 1960-an ketika kekuatan militer muncul sebagai suatu sumber kepemimpinan bangsa yang dominan.
Memasuki era 1980-an persepsi tentang gerakan mahasiswa mengalami pergeseran, akibat kehancuran lembaga-lembaga dan organisasi kemahasiswaan dan represi yang mengeras dari birokrasi universitas. Mahasiswa merenung kembali peranan serta kedudukannya serta otokritik terhadap gerakan mahasiswa sebelumnya. Oleh karena itu aktifitas gerakan mahasiswa, lebih terkonsentrasi pada kegiatan diskusi dan kontemplasi.
Mahasiswa tidak lagi hanya menjadi agen politik praktis, tetapi sebagai man of analysis. Semangat ini memunculkan kesadaran baru terhadap ideologi gerakan mahasiswa dengan menyeimbangkan idealitas dan realitas. Gerakan ini diwujudkan secara khas melalui media sebagai juru bicara rakyat dalam memperjuangkan hak-haknya dalam bentuk aksi dan advokasi terhadap korban pembangunan tersebut.
Dalam hal ini pers kampus (LPM) harus kembali menjadi media gerakan kampus yang mampu menyuarakan gerakan rakyat, ide dan gagasan yang konstruktif bagi masa depan bangsa. Buka justru sebaliknya, tergerus oleh arus pragmatisme. LPM harus mampu mencetak Man of Analysis yang mandiri, kritis, tegas, jujur dan tidak mudah goyah dalam setiap menghadapi berbagai persoalan bangsa.
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

please comment